Oleh: Pratiwi Widiya Ningrum
Program Studi Administrasi Publik
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Sektor pariwisata menjadi salah satu faktor penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Para pakar ekonomi memperkirakan sektor pariwisata akan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting pada abad ke-21. Dalam perekonomian suatu negara, bila dikembangkan secara berencana dan terpadu, peran sektor pariwisata akan melebihi sektor migas (minyak bumi dan gas alam) serta industri lainnya. Sektor-sektor pariwisata yang berpotensi dalam menghasilkan devisa dan pendapatan bagi daerah yaitu jumlah kunjungan wisatawan, lama tinggal wisatawan, serta tingkat hunian hotel. Pengaruh jumlah kunjungan wisatawan sangat berarti untuk pengembangan industri pariwisata dan pendapatan asli daerah sehingga wisatawan domestik maupun mancanegara tertarik untuk berkunjung. Adanya dukungan alokasi dana dari pemerintah setiap tahunnya menjadikan sektor pariwisata berpeluang mendorong pendapatan asli daerah membuat jumlah kunjungan wisatawan menghasilkan tren positif menambah pendapatan asli daerah. Potensi pariwisata yang ada di Kabupaten Aceh Selatan juga menjadi prioritas bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Selatan untuk terus membenahi segala aspek yang bisa menunjang untuk ke arah yang lebih baik
Untuk mengembangkan sektor pariwisata di Kabupaten Aceh Selatan Pemerintah memberikan dana dari Dana otsus. Dana otsus yang di berikan sebesar 3 Miliar, 2,5 Miliar untuk pembangunan ODTW (Objek Daya Tarik Wisata) gelombang 7 tahap 2 dan 500 juta untuk pelaksanaan gebyar nusantara di Jakarta. Dana alokasi Khusus (DAK) sebesar 1,024 milyar untuk pembangunan sarana dan prasarana ODTW air dingin Bate Tunggai. Dan dari APBK (Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung) sebesar 5,991 milyar. Untuk pengelolaan retribusi ini merupakan upaya dari pemerintah guna dalam menertibkan kawasan wisata yang ramai dikunjungi para wisatawan dan memberikan pemasukan kas pemerintah daerah serta masyarakat. Dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) salah satunya ialah melalui retribusi. Retribusi merupakan pendapatan/penerimaan objek wisata melalui karcis masuk, parkir, pelayanan jasa yang telah sah dan disepakati antara pemerintah dengan pengelola. Disini strategi yang dilakukan dinas pariwisata pada awalnya ialah membangun sarana dan prasarana terlebih dahulu dan membuat kesepakatan dengan pengelola terkait retribusi. Dalam kerjasama ini, pemerintah memberikan fasilitas kepada pemilik tanah/lahan wisata tersebut berupa pembangunan mushalla, tempat parkir, jembatan penyeberangan, pagar, toilet, gapura, gazebo, papan himbauan, dan sebagainya
Perkembangan sektor pariwisata di Aceh Selatan terus mengalami kemajuan, terutama yang terjadi pada 2 tahun belakangan ini yaitu tahun 2015, 2016 dan 2017. Dimana pendapatan yang diperoleh pemerintah di bidang sektor pariwisata mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Keuangan dan Dinas Pariwisata Aceh Selatan adalah sebesar Rp 75,3 Juta dan itu dirincikan dari pendapatan yang dihimpun oleh Dinas Pariwisata sebesar Rp 47,4 Juta dan dari Dinas Keuangan senilai Rp 27,9 Juta. Sedangkan pada tahun 2016 berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Keuangan dan Dinas Pariwisata sebesar Rp 85,9 Juta dan dirincikan dari pendapatan yang dihimpun Dinas Pariwisata sebesar Rp 34,5 Juta dan dari Dinas Keuangan Rp 51,4 Juta bahkan pada tahun 2017 pendapatan yang dihimpun Dinas Pariwisata sebesar Rp 38,9 Juta dan dari Dinas Keuangan Rp 87,4 Juta Pada tahun 2018 pendapatan yang dihimpun Dinas Pariwisata sebesar Rp 88 Juta bahkan di tahun 2019 berdasarkan data Dinas Pariwisata diperoleh pendapatan sektor pariwisata di Kabupaten Aceh Selatan sebesar Rp. Rp 89,4 Juta peningkatan pendapatan yang diperoleh dari bidang sektor pariwisata tahun 2015, 2016, 2017, 2018, 2019 disebabkan karena meningkatnya antusiasme masyarakat dan meningkatnya komponen kegiatan industri yang mendukung kemajuan sektor pariwisata.
Kendala utama yang dihadapi pemerintah daerah dalam proses pelaksanaan otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD) yang menyebabkan keterbatasan gerak pemerintah dalam mengelola keuangan daerah salah satunya melalui retribusi karena lokasi objek wisata Aceh Selatan belum semua dikembangkan jadi dinas tidak bisa memungut PAD di semua lokasi, hanya beberapa jadinya tidak terlalu maksimal, hanya objek wisata-objek wisata unggulan. Sebaiknya Pemerintah perlu untuk mengambil upaya dan langkah profesional terhadap manajemen organisasi khususnya dalam desain dan proses penyusunan strategi yang tepat dan efektif agar alokasi anggaran dana yang dipergunakan untuk pengembangan pariwisata di Kabupaten Aceh Selatan dikembangkan dengan baik seperti interaksi antara pemerintah dengan pihak swasta atau masyarakat, aspek manajemen pembangunan sarana dan prasarana yang harus dipenuhi, anggaran yang belum bisa dikoordinirkan dengan baik, juga aspek manajemen pemasaran dan promosi dalam memerkenalkan sektor pariwisata yang ada di Aceh Selatan juga aspek SDM yang kurang memadai.
Juga adanya hambatan dan kendala yang dihadapi seperti kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang tidak berkembang dikarenakan masalah anggaran untuk pengembangan kualitas fasilitas yang ada dan kualitas sumber daya manusia yang mengelola objek wisata tersebut yang dapat berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD), kurangnya kontrol pemerintah dalam mengawasi pengelolaan objek wisata terhadap hal pengawasan juga menjadi suatu hambatan, kurangnya ketegasan pemerintah dalam menerapkan sanksi bagi pelaksana pengembangan objek wisata agar proses administrasinya berjalan baik dan tentunya sanksi kepada oknum-oknum yang melakukan perusakan-perusakan pada objek wisata. Seharusnya pemerintah memberikan pengawasan secara langsung dalam pengembangan objek wisata juga sanksi yang tegas bagi oknum-oknum yang melakukan perusakan-perusakan pada objek wisata.